Media Cetak dan Gempuran Teknologi

Media Cetak dan Gempuran Teknologi

367

RakitAplikasi.com - Perkembangan teknologi informasi saat ini sedikit menggeser keberadaan media cetak. Sebab, penyajian informasi pada koran, tabloid, dan majalah ini tak serupa dengan media online. Akan tetapi agar media cetak dapat eksis kembali dengan cara melakukan banyak perubahan yang dikerjakan pengelola media tersebut.

Pengamat Media Agus Sudibyo mengatakan, nasib media cetak ke depan masih cemerlang. Adanya peluang berkembangnya media cetak itu karena kebutuhan informasi yang detail dan akurat masih dicari masyarakat, sehingga celah ini harus dapat digarap pengelola media cetak.

“Harapan itu masih banyak, karena rasa yang diberikan media cetak dengan online dan visual sangat berbeda. Jadi prediksi media cetak akan tutup belum dapat dipastikan,” katanya saat dikonfirmasi Senin (24/2/2020).

Tak sampai di sana, lanjut Agus, banyak cara yang dapat dilakukan pengelola media cetak agar terus eksis di tengah gempuran media online. Yakni dengan menyuguhkan berita mendalam dan unik yang tidak diinformasikan media online. Selanjutnya pengolahan data, perbaikan tata bahasa, serta desain tampilan pun harus dibuat menarik.

“Ya harus ada perubahan yang diberikan, ini akan menggugah dan menarik mata pembaca mengkonsumsi media cetak sebagai wadah informasi. Kalau hanya monoton saja tentu tidak akan kuat melawan media online. Tentu perubaham itu akan membawa kebangkitan media cetak ke kejayaannya kembali,” paparnya.

Agus menambahkan, apa yang dialami media cetak saat ini juga sangat dirasakan media online dan televisi. Kedua media tersebut kalah saing dengan media sosial (medsos). Salah satunya dengan kecepatan informasi, pendapatan iklan, dan penyaringan informasi dari hoaks.

“Konten yang disajikan pun tidak semenarik seperti di medsos. Kalau seseoarang telah mengetahui dari medsos tidak akan mau membaca online atau televisi. Nah ini pun sudah disadari menejemen media daring itu. Jadi semua ada pesaing masing-masing,” ucapnya.
Menurut Agus, untuk mengembalikan kejayaan media cetak saat ini ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yakni menerbitkan koran, tabloid atau majalah online. Mengingat itu untuk mempermudah pelanggan mendapatkan informasi dan juga mengurangi biaya cetak.

“Mulai digencarkan promosi cetak digital. Kan sekarang ini pengiriman koran ke pelanggan agak sulit. Cara ini harus ditempuh agar tidak tergerus arus online,” ujar Agus.

Serupa diungkapkan Pengamat Periklanan Muhammad Jaiz. Dia menilai pengelola media cetak saat ini harus menciptakan media digital. Sebab, hal itu dipicu terjadi perubahan belanja iklan ke arah digital. Tren itu akibat masifnya pengguna medsos dan internet, sehingga pengiklan ramai-ramai berpindah ke media daring atau digital.

“Memang sudah diarahkan ke sana. Dengan adanya koran, tabloid dan majalah digital akan membuat media ini akan hidup. Iklan pasti akan tetap masuk dan membuat media ini mampu terus beroperasi. Kalau tetap mempertahankan cetak akan sangat sulit sekali,” imbuhnya.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal Sembiring Depari menuturkan, kepercayaan masyarakat terhadap media cetak masih sangat besar. Alasannya, media tersebut menguasai ruang dan waktu, tidak seperti media online dan visual. Artinya kapanpun seseorang ingin membaca kembali informasi itu akan sangat cepat dan mudah.

“Nah agar terus eksis saya kira kontennya harus berbeda dengan media online. Kepercayaan akan fakta di media cetak sangat terserang isu hoaks. Makanya, semua pekerja media cetak harus terus berinovasi,” tuturnya.

Terkait adanya media online yang dibangun perusahaan media cetak, Atal menambahkan, hal itu sangat membantu sekali. Sebab, hal ini untuk mempercepat promosi dan pembuatan media cetak digital. Sehingga pembaca media cetak yang ada tak akan beralih ke media lain.

“Bisa saja dikerjakan, dan pada akhirnya akan sangat membantu sekali. Memang sudah saatnya pembaharuan media cetak digital yang dapat diakses sama pembaca. Toh dengan media digital ini akan membantu pembaca mengetahui fakta dari sebuah peristiwa yang terjadi secara detail dan mendalam,” pungkasnya.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, media cetak mulai bergeser di masyarakat ketika muncul teknologi radio yang memunculkan jurnalisme penyiaran. Lalu televisi turut menghangatkan persaingan antar media massa.

Menurut politikus Partai Golkar itu, munculnya teknologi internet menjadikan media cetak seperti surat-surat kabar, koran atau majalah dapat diakses melalui internet dan hal tersebut menjadikan media cetak semakin rendah peminatnya.

Kecenderungan masyarakat saat ini, sambung Hetifah, lebih suka membuka internet untuk mengakses informasi ketimbang membaca di media konvensional seperti koran. “Media cetak hampir tertinggal dari media elektronik, sehingga hal ini perlu diperhatikan lagi karena turut memberi perubahan pada perkembangan informasi dalam sosial dan masyarakat,” ujarnya saat dihubungi, Senin (24/2/2020).

“Antusias sebagian masyarakat Indonesia untuk mendapatkan sumber informasi primer dari surat kabar cetak atau koran, belakangan ini mulai menurun,” tambahnya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI lainnya, Dede Macan Yusuf Effendi mengimbau, paradigma media massa nasional yang selalu menempatkan bad news is a good news harus diubah. Berita buruk tetaplah buruk dan berita baik tetaplah baik. Tidak bisa konsep pemberitaan tersebut dibalik hanya untuk kepentingan bisnis dan meraih perhatian publik yang luas.

“Media kerap menjadikan bad news is a good news, sehingga hal-hal positif terkait kinerja dewan banyak yang luput dari pemberitaan. Tapi hal-hal yang kurang penting acap kali justru menjadi viral di tengah masyarakat,” ujarnya di Kompleks Parlemen, senayan, Senin (24/2/2020).

Media cetak dan elektronik diakui politikus Partai Demokrat tersebut sangat efektif dan efisien dalam menyalurkan berbagai informasi ke publik. Apalagi, di era digital ini informasi yang diterima masyarakat sangat cepat. DPR RI sebagai lembaga penghasil berbagai kebijakan menyangkut kepentingan masyarakat luas, tentu tidak luput dari perhatian masyarakat seperti pemberitaan mengenai kenaikan iuran BPJS. Perdebatan soal iuran BPJS antara pemerintah dan DPR sangat sengit.

Dia menegaskan, di sinilah peran media harus lebih seimbang dan proporsional dalam memberitakan suatu isu agar masyarakat mendapat nilai postif dari pemberitaan tersebut.

“Kondisi saat ini, mindset media perlu direformasi, sehingga dapat menghadirkan pemberitaan yang berimbang terhadap kinerja DPR yang memiliki tugas dan fungsi di bidang legislasi, pengawasan, penyusunan anggaran, maupun fungsi diplomasi. Media harus bisa menjadikan bahwa bad news is a bad news dan good news is a good news,” paparnya.

Dia menambahkan, DPR RI perlu membangun relasi yang baik dengan seluruh media, baik di tingkat nasional maupun daerah agar media dapat menjadi jembatan penghubung antara DPR dengan masyarakat dan juga sebaliknya. Maraknya, demonstrasi beberapa bulan lalu mengenai penolakan terhadap RUU KUHP maupun Revisi UU KPK antara lain disebabkan kurangnya sosialisasi dari kedua RUU tersebut, sehingga menimbulkan polemik di tengah masyarakat.

Media massa, khususnya cetak akan tetap bisa bertahan, apabila dalam setiap informasi yang disajikan disertai kelengkapan data. Soalnya dengan kelengkapan data, informasi tersebut akan menjadi refrensi yang mendekatkan pada ilmu pengetahuan. Hal tersebut dapat menjadi cara untuk bertahan di tengah migrasi besar-besaran dari physical space (bentuk fisik) ke cyber space yang tak bisa dibendung. “Lantas, siapapun yang tidak mengeksplor ini (data, Red) tentu akan tertinggal. Lalu apa golnya, tentu saja knowledge (ilmu pengetahuan, Red). Mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujar Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh.

Sementara itu, salah seorang pembaca koran yang masih setia dan belum beralih ke online adalah Dokter Mata Gilbert Simanjuntak. Politisi tersebut mengaku masih berlangganan koran lantaran masih menyenangkan dibaca. Sebab informasinya lebih mendalam dan lengkap. “Saya masih baca koran kendati media online sudah membanjiri,” tandasnya.

Fahmi Febrianto, 44, yang tinggal di Kecamatan Beji, Kota Depok mengaku hampir 15 tahun menjadi pelanggan setia sejumlah koran, majalah, dan tabloid yang dikeluarkan perusahaan media massa. Alasannya, dengan produk media cetak itu seluruh peristiwa yang diinformasikan dapat secara detail dibaca. Dan jika ingin membaca kembali dirinya tinggal mengambil produk jurnalistik itu kembali.

“Ini enaknya kalau baca berita di media cetak, kapan pun bisa saya kerjakan. Sensasinya bacanya sambil buka halaman lain. Yang pasti faktanya tidak sepotong-potong seperti di online atau televisi,” katanya saat ditemui di Stasiun Depok Baru, Senin (24/2/2020).

Diakui Fahmi juga, untuk membaca koran dilakukannya setiap pagi. Bahkan, aktivitas membaca koran pun dilakukan saat berangkat kerja dan berada di kantor. Sedangkan untuk membaca majalah atau tabloid dilakukannnya pada malam hari. Kata dia, ada kepuasan tersendiri yang di dapatkan membaca produk media cetak itu.

“Bahasanya juga lugas dan mudah dipahami. Jadi santai sekali membacanya dan bisa diulas lagi terkait peristiwa yang diberitakan. Punya kenikmatan tersendiri, makanya sangat sayang kalau sampai media cetak ini tidak ada,” paparnya.

Berbeda dengan Wakil Walikota Depok Pradi Supriatna. Dia mengaku ada sensasi yang didapatkannya saat membaca berita di koran atau majalah, yakni kepuasan mendapatkan fakta yang disajikan secara detail. Kemudian ada solusi yang diberitahukan untuk menyelesaikan sebuah persoalan yang sedang marak diberitakan.

“Ini sisi keakuratan data yang mungkin di online belum semua tersaji. Sebenarnya koran atau majalah ini media yang sangat apik karena menguasai ruang dan waktu. Adanya media online saat ini kan berawal dari media cetak yang dikonversi menjadi media yang mengikuti perkembangan dan kemajuan teknologi,” ungkapnya.

Selain itu, sambung Pradi, keunikan membaca koran adalah perwajahan serta isu yang disampaikan sangat menarik. Ulasan yang disuguhkan media cetak ini pun dipaparkan dengan data yang sangat lengkap. Sehingga pembaca pun memahami betul duduk persoalan sebuah isu yang diinformasikan itu. “Ada grafis data sebuah persoalan, dan dari sisi judul dan layout pun akan membuat orang ingin membaca isi media cetak itu. Saya pun seperti itu, perwajahan koran ini menentukan konten apa yang diingin diulas tuntas. Sambil minum kopi pun bisa menikmati baca koran,” imbuhnya.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kota Depok Dadan Rustandi menuturkan, sensasi membaca koran yang didapatkannya adalah keseruan mencari sambungan berita pada halaman lain. Karena dengan trik itu pembaca dibuat tak jenuh dengan hal itu. Sebab, titik kejenuhan terhadap membaca berita kerap terjadi. “Kalau tidak seperti ini mana seru, makanya dengan bolak-balik koran buat kita seperti bermain membaca berita. Jadi memang kalau sampai media cetak tutup maka tidak ada lagi keseruan yang di dapat. Kan bahasa di koran dan majalah sangat simple dan mudah dimengerti, serta lugas,” tuturnya.

Ditambahkan Dadan, koran sampai majalah memiliki keunikan dalam menyajikan sebuah berita. Salah satunya mengambil sisi yang lain atau tidak hanya sekadar peristiwa itu saja, melainkan dampak lain dari isu yang terjadi. Dan hal itu sangat penting sekali karena untuk mengantisipasi persoalan lain muncul.

Keyword: koran, media cetak vs teknologi, gempuran teknologi

Share:



Postingan Sebelumnya:


Postingan Selanjutnya: